Penyalahgunaan TIK: Hal Yang Dapat Kita Pelajari Dari Film Dokumenter The Social Dilemma
Pada tahun 2020 silam, dunia maya dibuat gempar dengan rilisnya film dokumenter asal Amerika Serikat yang berjudul "The Social Dilemma", atau yang berati Dilema Sosial. Rakyat internet mulai sadar akan penyakit situs jejaring sosial modern. Film ini menampilkan interview atau wawancara dengan mantan karyawan dari platform-platform besar sosial media seperti Google, Instagram, Twiter, Facebook, dan Snapchat. Banyak diantaranya merupakan tokoh penting dalam perkembangan awal perusahaan-perusahaan ini.
Narasi utama yang dibicarakan dalam film adalah bahwa perusahaan-perusahaan ini mengeksploitasi penggunanya untung mengambil keuntungan. Tentu saja, alasan utama semua usaha berdiri adalah untuk mencari cuan. Namun, yang ditekankan di film ini adalah bahwa perusahan platform sosial media menggunakan trik-trik psikologis untuk memanipulasi pengguna dan membuat mereka menumbuhkan rasa candu yang berlebihan. Selain itu, mereka juga mengeksplotasi luasnya jangkauan yang mereka dapat raih untuk menyebarkan nilai-nilai ekstrimis kepada masyarakat. Tentu saja, hal ini tidak etis dan sangat berbahaya.
Berikut adalah hal yang dapat kita pelajari dari The Social Dilemma:
1. Perhatian kita adalah produk mereka
"The Social Dilemma" berkata bahwa kesuksesan perusahan-perusahaan sosial media berasal dari kegiatan menarik perhatian pengguna sebanyak mungkin, kemudian menjual perhatian itu kepada perusahaan lain. Pembeli biasanya adalah perusahaan retail yang menjual barang.
Jika Anda tidak membayar produk, Anda adalah produknya
Menurut Tim Wu, seorang professor dari Columbia Law School, hal ini adalah hal yang buruk. Dalam interviewnya dengan Vox, Tim Wu mendefinisikan pedagang perhatian sebagai bisnis yang modelnya menjual akses ke pikiran seseorang. "Industri perrhatian membutuhkan orang-orang yang sedang dalam mode terdistraksi, atau orang yang selalu terdistraksi, dan dengan demikian terbuka pintu untuk memasukkan iklan."
Dalam jangka panjang, hal ini dapat menyebabkan manusia yang tidak dapat konsentrasi dan memiliki rentang perhatian pendek. Ketika kita memeriksa ponsel berharap ada notifikasi yang masuk, itu seperti kita menarik tuas medin slot berharap mendapatkan jackpot.
Pernahkah Anda mengambil ponsel dengan niat untuk melihat satu pesan masuk namun berakhir meluncur di internet selama berjam-jam tanpa mengetahui betul apa yang Anda lakukan di sana? Itulah yang dimaksud Tim Wu.
2. Internet dirancang untuk menumbuhkan candu pada pengguna
3. Sosial media bukan alat
Kita menganggap sosial media sebagai alat untuk tetap berhubungan dengan teman atau keluarga yang kita sayangi. Namun, tidak menurut Tristan Harris. Dia mengklaim alat adalah sesuatu yang duduk dengan sebar menunggu untuk digunakan. Sedangkan, sosial media mengganggu kita dengan mengirim aliran notifikasi dan email. Hal-hal itu menggoda kita, lalu memanipulasi kita.
Apa yang harus kita lakukan?
Pertama, Anda dapat melindungi diri sendiri dan keluarga Anda dengan mengembangkan kebiasaan bermedia sosial yang baik. Apa yang dimaksdud dengan hal itu? Lakukan hal-hal seperti membatasi waktu layar Anda. Matikan notifikasi.
Kedua, ketahui apa yang ingin Anda selesaikan di media sosial dan jangan terjebak dalam gulungan tanpa batas, Dan ketika media sosial membuat Anda merasa cemas atau tertekan, istirahatlah.
Sekian yang bisa saya sampaikan. Mohon maaf apabila ada kesalahan.Terima kasih jika Anda telah membaca hingga sejauh ini :)
Tugas TIK- Ajeng Salsabila X MIPA 1 (2)
Pertemuan Tanggal 3 November 2021
Komentar
Posting Komentar